Kamis, 08 Desember 2022

NIKMATI SAJA

Mengutip pernyataan Al-Imam Al-Qurthubi bahwa orang yang telah mencapai usia 40 tahun, maka ia telah mengetahui besarnya nikmat yang telah Allah anugerahkan padanya, juga kepada kedua orang tuanya sehingga ia terus mensyukurinya. Tanpa disadari, lebih dari separuh jatah hidup telah dihabiskan mengembara kehidupan. 

Itulah yang akan kualami 2 tahun mendatang. Mencapai usia 38 tahun di masa ini, Alloh telah menunjukkan potongan-potongan itu. Spill, begitulah bahasa gaulnya. Banyak kenikmatan di antara kehilangan, besarnya anugerah di antara ujian hidup, dan juga mencapai titik balik di mana 12 tahun terakhir berjuang keluar dari dasar jurang dan saat ini seperti di puncak Himalaya. 

Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan kita ke depannya. Yang kupahami adalah, saat ini adalah "ekor" dari masa lalu, dan masa depan tidak lepas dari apa yang dilakukan saat ini.  Sang Pemilik Kehidupan memiliki banyak rencana, dan saya sangat percaya bahwa takdir yang saat ini dijalani adalah cara-Nya menempatkan sesuai peran hamba. Istilah Jawanya, mernahke. Dalam istilah bahasa Indonesia menata. Tuhan menata hamba-Nya di tempat yang sesuai.

Pernahkah kalian merasa bahwa apa yang diimpikan belum bisa tercapai, dan harus menjalani suatu kehidupan yang mungkin berat. Di saat itulah Sang Pencipta sedang memantaskan peranmu dalam episode hidupmu, "mernahke".

Pernahkah kalian mendaftar suatu pekerjaan dan ditolak di manapun? Harus menjadi ibu rumah tangga dengan segudang pekerjaan yang di mata banyak orang tidak menghasilkan uang, di situlah sesungguhnya peranmu sangat penting bagi keluarga, terutama anak-anak. Mereka yang lebih membutuhkan kehadiranmu untuk mengenal dunia. Di saat kamu ingin di rumah saja menikmati kehidupan, akan tetapi harus bekerja mencari nafkah, disitulah peranmu lebih dibutuhkan oleh orang-orang di luar keluargamu. 

Itulah istilah "mernahke". Sudah, nikmati saja peranmu. Tuhan pun tidak mungkin membebani para hamba-Nya di luar kemampuan. Sama halnya dengan pengalamanku ditolak di tempat-tempat pekerjaan yang kuimpikan selama 12 tahun ini. Dijalani saja, karena aku percaya Dia masih "mernahke". Peranku? Menjaga Maori, yang akhirnya cerita ini menjadi novel. Selalu ada peluang, bukan? 


- Maora -

Klaten 8 Desember 2022
Di sepertiga malam terakhir, 02.57 WIB


Kamis, 20 Oktober 2022

Pola Pengasuhan Ibu Milenial

 

“Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena anak-anak tidak hidup pada zamanmu”

Begitulah Khalifah ke-4 dalam periode Khulafaur Rasyidin sekaligus menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib r.a. berpesan. Julukannya sebagai “Gerbang Pengetahuan” telah menyampaikan pesan tersebut 14 abad yang lalu, dan hingga saat ini masih berlaku. Dinamika zaman menuntut para orang tua, terutama ibu sebagai madrasah pertama seorang anak untuk selalu belajar dan menyesuaikan perkembangan zaman dalam pengasuhannya.

Perempuan dengan kelahiran 1981-1996 atau pada tahun 2022 berusia sekitar 25-40 dikenal sebagai generasi milenial (gen Y) dan umumnya sudah memasuki kehidupan rumah tangga. Ibu milenial menghadapi kenyataan bahwa generasi yang diasuhnya sudah jauh berbeda dengan dirinya saat mendapatkan pengasuhan dari orang tuanya yaitu gen X. Seorang ibu milenial dituntut untuk selalu update dan upgrade mengenai berbagai ilmu untuk mendukung pengasuhan.

Era milenial sangat berbeda dengan sebelumnya. Dalam pengasuhan, ibu milenial harus terlibat dan masuk dalam dunia anak untuk menyelaraskan frekuensi dengan anak. Ibu harus melepaskan beban pikirannya sejenak yang dapat menghambat totalitas interaksi dengan anaknya. Di sisi lain, ibu juga dapat melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukannya untuk menambah pengalaman anak. Anak dapat memiliki wacana dan wawasan yang luas ketika bersama orang tua. Tidak hanya itu, anak dapat membangun empati dan tanggung jawab dari sikap yang dimiliki orang tua.

Seorang ibu harus mampu membesarkan hati anaknya manakala seorang anak mencurahkan kegelisahan, kekecewaan, luka, sakit hati, dan hal buruk yang menimpanya. Seorang ibu pantang mengucapkan, “Ibu saja dulu bisa saat seperti itu, masak kamu tidak?”. Ingat bahwa seorang anak pun tidak mau dibandingkan, terutama yang mengucapkan adalah orang terdekatnya. Hal yang pantang dilakukan adalah menggurui dan menghakimi karena hal tersebut membuat anak merasa tersudut dan merasa sendirian. Ibu milenial diharapkan dapat duduk, mendengarkan, memberikan ruang bagi anak mengungkapkan segala yang ada di pikirannya, bahkan meluapkan emosinya tanpa memutus adegan tersebut. Dengan hal itu, anak akan merasa nyaman dan lega. Kenyamanan anak terhadap ibu membuatnya dapat terbuka dengan berbagai hal yang dipikirkan, dialami, dikeluhkan, maupun dihadapi langsung.

Keterbukaan anak merupakan kunci dalam mengontrol anak secara tidak langsung. Orang tua, terutama ibu dapat mengetahui sejauh mana dan bagaimana perilaku anak dengan keterbukaan dan komunikasinya. Hal utama yang dilakukan ibu ketika mendengar cerita anak adalah tidak menggurui dan menghakimi. Anak diajak berdiskusi mengenai masalah yang dihadapinya, menelusuri penyebab, menawarkan berbagai solusi serta memberikan gambaran konsekuensi masing-masing solusi, dan akhirnya memastikan anak siap dengan pilihan solusinya.

Keterlibatan, perhatian, dan pendampingan yang diberikan ibu dapat membuat anak yakin bahwa ibu dapat diandalkan dalam melewati masa-masa sulitnya. Kehadiran ibu dalam berbagai kondisi anak meminimalkan anak mencari pelarian di luar rumah terutama aktivitas atau lingkungan negatif. Hal ini karena apa yang anak butuhkan sudah dipenuhi oleh orang tua.

Ibu milenial tidak dapat memaksakan anak untuk menuruti segala keinginan atau perintahnya. Anak-anak dari ibu milenial cenderung kritis, sehingga tidak serta merta selalu menuruti seperti pendidikan yang dilaluinya dulu. Anak-anak cenderung menanyakan alasan kenapa harus berbuat seperti yang ibu perintahkan. Seorang ibu milenial harus mampu menjawab secara logis alasan serta konsekuensi jika tidak melakukannya. Komuniksi menjadi bagian penting dalam pengasuhan karena seorang ibu dan anak dapat membangun bonding tanpa jurang pemisah meskipun ada kalanya keduanya saling memberikan privasi.

Memiliki ibu yang asyik menjadi dambaan setiap anak. Ibu dapat menjadi pendidik, pengayom, sekaligus teman berbagi. Ibu milenial pun harus menyesuaikan dunia anak, termasuk di tengah-tengah gempuran teknologi seperti gadget, handphone dengan berbagai fitur yang menarik, dan pendidikan yang mulai beralih dengan mengkombinasikan offline dan online. Sebagai orang tua, kita tidak bisa melarang anak-anak untuk tidak menggunakannya karena pada kenyataannya saat ini benda-benda tersebut sangat dibutuhkan. Hanya saja ibu harus pandai dalam mengkomunikasikan penggunaan teknologi dengan tepat.

Ibu dapat membangun kesepakatan dengan anak-anaknya dalam penggunaan teknologi. Selain itu, teknologi juga bisa diarahkan untuk yang lebih bermanfaat misalnya dalam mendukung pendidikan dengan mengakses situs-situs yang bermanfaat. Anak juga dibiasakan berdiskusi bersama terhadap hal-hal yang dilihat, dilalui, dirasakan, maupun dihadapi baik ketika bersama orang tua maupun saat bersosialisasi dengan lingkungannya sendiri.

Orang tua juga harus memiliki keahlian dalam menggunakan teknologi lebih baik dari anak. Hal ini untuk mengimbangi anak agar tetap dapat mengasuh dan mendampingi anak. Bahkan seorang anak dapat terasah kemampuan, minat, dan bakatnya di bidang teknologi. Dalam hal ini, orang tua wajib memfasilitasinya karena saat ini tidak bisa menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah formal. Sekolah formal hanya sebagian kecil dari lingkungan anak yang membangun masa depannya. Arahan dan pendampingan penuh dari orang tua, terutama ibu sangat penting di era milenial untuk menyiapkan generasi sesuai zamannya. Sudah banyak bukti bahwa sekolah formal tidak menjamin kesuksesan anak di masa depan.

Jumat, 23 September 2022

FASE

Hingga saat ini, kapan kamu berada di posisi paling terpuruk? Pernah terpikir tidak, bahwa hidup kita akan memiliki masa 'lembah' dan masa 'puncak'? 

Saya merasakan posisi paling terpuruk saat akhir 2010, akan tetapi prosesnya mulai tahun 2009. Waktu itu saya belum menyadari bahwa waktu mencapai puncak kembali dapat saya prediksi. Hal itu saya simpulkan dari kisah Nabi Yusuf, di mana ada masa panen selama 7 tahun dan masa paceklik yang juga 7 tahun. Pikiran saya pun melayang dari masa kecil saya hingga saat terpuruk. Saya menganalisis kapan saya berada di titik rendah, dan kapan saya di titik puncak. Jika dibuat grafik, maka periode ini digambarkan seperti gelombang.

Saya pun mengingat bahwa saya mencapai puncak, seperti prestasi dan kehidupan yang baik adalah di tahun 2003, sementara saya mulai melandai dan semakin menurun berada di tahun terendah yaitu 2010. Artinya selama 7 tahun (2003-2010) saya dari puncak menuju penurunan. Sementara itu dari 2010 hingga 2014 saya berjibaku dalam kehidupan, hingga 2015 keadaan mulai membaik. Di tahun tersebut saya merasa mulai menanjak (grafik mulai ke atas). 

Pada tahun 2016-2020 saya mendapatkan banyak hal baik, prestasi, rejeki, juga kehidupan yang lebih mudah. Di saat itulah saya merasa akan datang sesuatu yang membuat saya bersiap-siap untuk masa paceklik, artinya saya harus menyiapkan banyak hal untuk menghadapi berbagai kemungkinan terburuk. Hingga 2021, saya kehilangan kedua orang tua sekaligus. Di sisi lain, banyak kebaikan dan keberkahan datang bertubi-tubi. Setelah kehilangannya, adalah masa persiapan menghadapi berbagai tantangan kehidupan untuk beberapa tahun ke depan.

Ini bukan angka pasti atau ramalan tentang masa depan ya. Saya hanya menganalisis dari kehidupan saya pribadi. Mungkin masing-masing orang akan melalui fase yang berbeda, namun berada di puncak dan lembah itu sunatullah. Ibarat manusia tidak akan selamanya bahagia, pun tidak selamanya menderita, karena dunia itu fana. Saya sadar sepenuhnya bahwa Alloh sudah mengatur fase manusia, yang penting berusaha dan berdoa semaksimal mungkin, dan Alloh akan menggenapkan kekurangannya.

Jumat, 16 September 2022

KURINDU WAKTUMU

Waktu adalah hal sangat berharga yang diberikan seseorang kepadamu, karena waktu adalah sepotong kehidupannya yang ia relakan untuk dapat bersamamu. Kadang kita tidak menyadari bahwa ia sangat berarti hingga ia benar-benar pergi. 

Ada satu hal yang kadang tidak disadari tapi pasti, yaitu kematian. Ia bisa datang kapan saja dan tidak bisa dipastikan. Jika ia datang, artinya waktu bersama akan hilang, dan yang tersisa hanya kerinduan.

Pernah kehilangan? Pernah terpisah karena kematian? Jika pun terpisah tapi masih sama-sama di dunia, setidaknya masih bisa menemuinya. Tapi jika terpisah karena kematian, kerinduan adalah hal terpahit. 

Untukmu yang tidak lagi bersamaku, kurindu waktumu, kurindu bersamamu.
Dua jiwa, yang pernah menjadi tempat pulangku...


- Maora -

Mengenang dua jiwa, kedua orang tua
Bapak, 3 Agustus 1952 - 21 Juli 2021
Ibu, 21 Maret 1952 - 31 Oktober 2021
"Datang ke dunia di tahun yang sama, pun meninggalkan dunia tidak berselang lama"
 


Kamis, 04 Agustus 2022

MAORI

 


Maori - Sebuah novel yang diadaptasi dari kisah nyata. Kehadirannya dalam keluarga kami memberikan banyak pelajaran hidup. Inilah karya persembahan untuknya, karya sederhana untuk saudari tercinta, Maori Amalia Tanjung.

Masa kehidupannya telah mencapai 42 tahun hingga saat ini, dan entah sampai kapan takdirku bersamanya. Ia lahir dengan normal, namun sebuah insiden telah merenggut kemerdekaan hidupnya. Ia memiliki ketergantungan dengan kami. Itu sebabnya ia menjadi alasanku pulang.

Tertarik untuk membacanya? Bisa memesan di wa.me/+6287838259292