Minggu, 31 Desember 2017

MEMBANGUN JEMBATAN

Dalam kehidupan, kita tidak lepas dari hubungan dengan manusia lain, bahkan makhluk hidup lainnya. Itu sudah hukum manusia sebagai makhluk sosial. Saling membutuhkan, saling terhubung. Saling mengisi, saling melengkapi. Sebuah perjalanan manusia yang harus dipenuhi hingga ujung usia.

Pun saat ini. Perjalananku sejauh 389 km dari Malang menuju Jogja adalah bagian dari itu. Aku menamakannya dengan "membangun jembatan". Ini adalah caraku membuka gerbang kehidupan untuk generasiku mendatang. Jika kelak aku tidak ada, anak-anakku akan paham bahwa warisan penting bukanlah harta, tapi aku menyediakan jalan untuk mencapai lebih dari itu.

Kelak, anak-anakku juga akan paham, bagaimana mereka harus mendidik anak-anaknya dengan jalan membngun jembatan. Jembatan itulah penghubung satu generasi dengan generasi lainnya, terkoneksi melalui yang namanya silaturahmi.

Malang, 31 Desember 2017
Di penghujung tahun, penghujung untuk menepi dan menyepi


***
Dalam suatu pernikahan, setiap orang pasti menginginkan hubungan yang harmonis dan langgeng hingga akhir usia. Akan tetapi jalan mulus kehidupan tidak selalu berpihak pada setiap impian itu. Akhir pernikahan tanpa maut menjadi sebuah mimpi buruk, menyisakan beban tersendiri dalam lingkungan sosial yang diselami. Sebagian orang yang mengalami akhir pernikahan dengan perceraian menarik diri dari kehidupan sosial seperti teman, tempat kerja, bahkan keluarga. Tidak sedikit yang berjuang dengan mengabaikan status demi kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya pasca perceraian.
Hal yang pasti adalah setiap pasangan yang memutuskan bercerai harus memahami konsekuensi yang dihadapi kemudian, entah untuk dirinya dan terutama untuk anak-anaknya. Beban psikologis yang dirasakan anak-anak dengan kehilangan keseimbangan kehidupan, penerimaan masyarakat yang menurun dan menilai negatif anak dengan keluarga broken home, atau kehilangan potongan cerita tentang kehidupan keluarga seperti keluarga normal lainnya. Gangguan psikologis yang dihadapi dari ibu yang bercerai juga rentan ditularkan kepada anak, terlebih jika sang ibu harus bekerja, sementara anak-anak menuntut perhatian namun tidak terpenuhi maka anak hanya akan mencari perhatian di luar. Jika tidak terkontrol maka akan mencari pelarian negatif.
Bagaimanapun sebuah masyarakat di dunia timur yang dikenal santun dan beradab masih memandang tabu sebuah perceraian. Perceraian akan menjadi bahan gunjingan bagi para ibu yang merasa memiliki kesempurnaan hidup seperti suami yang mendukung penuh, anak-anak yang baik, finansial yang tercukupi. Inilah sanksi sosial terberat yang bisa dirasakan seorang perempuan yang bercerai dan menjadi “ancaman” baginya dan anak-anak di mata masyarakat.
 Tapi tidak semuanya, sebagian perempuan tangguh yang berada di luar sana terbukti mampu berjuang mengatasi masalah pasca perceraian. Mereka memutuskan mengabaikan berbagai “ancaman” tersebut dan memilih menentukan skala prioritas demi kelangsungan hidup sehingga layak dipandang sebagai perempuan terhormat. Semuanya tidak mudah dan berat dilalui, namun para perempuan itu bisa dan mampu membuktikan diri. Mereka tidak menutup diri, tetap menjalin hubungan baik dengan berbagai karakter manusia dalam lingkungan sosial karena menyadari bahwa ia adalah makhluk sosial. Bahkan masih tetap menjalin hubungan baik dengan mantan suami dan keluarganya. Ini yang kualami dan kujalani.
Kebesaran jiwa, penerimaan diri, berdamai dengan masalah, dan mengembalikan semuanya pada Tuhan adalah kunci untuk mendewasakan diri. Perlu memandang jauh ke depan untuk dapat melihat keuntungan dan kerugian dengan mengambil langkah-langkah itu. Sebagian besar masih mempertanyakan, “untuk apa bersusah payah menjaga hubungan dengan orang yang telah menyakiti?”, atau komentar dengan nada negatif, “kurang kerjaan!”. Akan tetapi ada juga yang merasa surprise, “kok bisa?”, karena menyadari bahwa tidak semua orang bisa.
Kenyataannya hal itu bisa terjadi. Tetap menjaga hubungan baik dengan mantan suami dan keluarganya. Pengalamanku membuktikan bahwa langkah itu justru tidak menurunkan harga diri, juga tidak dianggap remeh oleh keluarga mantan suami. Satu-satunya alasan mempertahankan hubungan baik itu adalah menjadi jembatan bagi anak-anak kelak untuk tetap mengenal dua keluarga yang pernah bersatu. Dengan langkah ini pula anak-anak tetap dapat mendapatkan dua kehidupan yang pernah dijalani, kehidupan dari sang ayah juga dari sang ibu. Inilah maksud “membangun jembatan” itu, membangun dua kehidupan meskipun tidak lagi bersama dan tetap terhubung dengan tujuan anak-anak agar mendapatkan dua sisi dengan seimbang.
Tidak ada yang tidak mungkin. Komunikasi yang baik, berbagi tugas pengasuhan, dan mengenalkan anak-anak tentang keluarga dapat membantu anak-anak mengurangi beban psikologis. Kesalahan cukup pada dua pihak dewasa, orang tua. Anak hanya perlu mendengarkan dan menjalani kehidupan setelahnya tanpa berkurang satu pun hak-haknya, bukan lagi sebagai korban. Satu hal yang paling penting adalah, kami tidak perlu mengemukakan alasan perpisahan di depan anak-anak. Hal ini untuk menghindari timbulnya kebencian pada salah stau orang tua karena suatu kesalahan yang menyebabkan perceraian.
Hal yang sering dilakukan adalah mengabaikan sentimen negatif dari masyarakat nyinyir, hanya untuk mempertahankan kehidupan yang paling penting yaitu kehidupan para generasi penerus. Maka dari itu perlu merapat pada orang-orang yang memiliki dukungan sosial yang sehat, yang memberikan support baik materi maupun non materi, bukan orang-orang yang tidak produktif yang hanya bisa menggunjingkan kesalahan orang.

***


Senin, 18 Desember 2017

THE LOST TIME

Pernahkah terpikir bahwa 24 jam dari kehidupan kita adalah hal yang sangat berharga? Disana banyak hal yang bisa dilakukan, tentang manfaat dan mudharat.

Ya, tentang waktu.
Bahkan waktu bisa menjadi senjata yang mematikan untuk kita ketika tidak bisa memanfaatkan. Berapa banyak waktu yang terbuang hanya dengan duduk melamun, atau menghabiskan waktu berkumpul dan tertawa tanpa melakukan hal positif?
Berapa banyak waktu yang disia-siakan hanya untuk bermain-main? Mempermainkan waktu sama saja mempermainkan hidup.
Padahal waktu adalah kenikmatan yang luar biasa, tetapi tidak banyak yang bisa memahami bahwa waktu adalah hal yang sangat berharga.

“Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. (Muttafaqun ‘alaih)

Pernahkah terbayang bagaimana jika kita tidak lagi memiliki waktu luang? Maka satu kenikmatan hilang. Tidak hanya hilang. Ketidakmampuan memanfaatkan waktu maka akan menjadi bumerang. Waktu adalah investasi dunia akhirat. Siapa yang bisa memanfaatkan waktu maka dia dapat "menabung" banyak hal yang bermanfaat, juga sebaliknya.

“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”

Syaikh ‘Abdul Malik Al Qosim berkata, “Waktu yang sedikit adalah harta berharga bagi seorang muslim di dunia ini. Waktu adalah nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang hanya sesaat atau beberapa jam bisa berbuah kebaikan, maka ia sangat beruntung. Sebaliknya jika waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia benar-benar merugi. Dan namanya waktu yang berlalu tidak mungkin kembali selamanya.” (Lihat risalah “Al Waqtu Anfas Laa Ta’ud”, hal. 3) (Sumber : https://rumaysho.com/2782-waktu-laksana-pedang-2.html)

Maka hilangnya kemampuan memanfaatkan waktu ibarat kehilangan nafas, mati.

“Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.” (Imam Syafi'i)

Sampai kapan kita hidup? Diukur dengan waktu
Seberapa banyak amal yang kita miliki? Juga diukur dengan waktu

Yogyakarta, 18 Desember 2017

- Perenungan menuju berkurangnya waktu hidup -

Jumat, 01 Desember 2017

JANGAN HANYA WARISI AKU HARTA, AYAH!

Saat hidupmu, aku tidak ingin mendapatkan segala sesuatu dengan mudah darimu. Jalan hidupmu, jalan perjuanganmu adalah jalan yang juga ingin aku titi. Bersabarlah mengajariku, Ayah..
Anak perempuanmu ini akan sangat mau belajar banyak hal, tentang bagaimana layaknya menjadi perempuan tangguh seperti wanita yang kau pilih menemani hidupmu, belajar bagaimana menjadi berharga dan berarti, belajar bagaimana menghadapi badai kehidupan, belajar menempa diri tanpa bersandar diri pada orang lain.

Sebelum pergimu, ajarilah aku mengenal-Nya. Ajari aku menjadi orang yang ksatria, mampu berjuang untuk hidup, mampu menjaga harga diri dan kehormatan. Aku akan menjadi penerus risalahmu, seperti yang engkau inginkan.

Ayah, ajari aku menemukan lelaki sepertimu. Lelaki yang amanah, penuh tanggung jawab, ksatria, menjadi imam dan pemimpin dalam mengarungi laut kehidupan menuju pelabuhan akhir yang hendak dituju. Selemah apapun tetap tegar dan tangguh.

Kelak, saat pergimu, aku tidak ingin harta yang engkau tinggalkan. Aku ingin, apa yang kau tanamkan semasa hidupmu kelak juga menjadi jalan hidupku. Apa yang kau ajarkan juga bisa aku ajarkan untuk anak-anakku.

Catatan untuk Cinta Pertamaku, Sang Ayah - Fa

Kamis, 30 November 2017

ANTARA GENGSI DAN MENIPISNYA SUMBER DAYA ALAM

Pernahkan kita berpikir bahwa makanan dan minuman yang terbuang merupakan percepatan dalam mengurangi sumber daya alam? Saat ini, jumlah penduduk semakin cepat pertumbuhannya, sementara lahan dan sumber daya alam lain seperti air, pohon, dan sebagainya sangat terbatas jumlahnya. Hal ini akan menyebabkan kelangkaan sumber daya alam dan menjadikannya semakin mahal.

Untuk sebagian orang dengan kantong terjangkau, membeli makanan maupun minuman kemudian tidak menghabiskannya menjadi hal biasa. Akan tetapi ini bukan tentang gaya hidup yang menjadi penilaian orang sekitar bahwa kita mampu membeli apa yang kita inginkan. Ini tentang keberlangsungan sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupan kita. Tidakkah kita berpikir bahwa kelak anak-anak dan generasi kita akan semakin sengsara dengan kondisi ini. Menipisnya sumber daya alam berarti sumber kehidupan mulai punah, uang pun tidak akan berguna.

Di beberapa negara lain sudah tergambarkan bahwa kemiskinan dan kelaparan menjadi salah satu sumber kematian. Bahkan di Indonesia sendiri hal ini sudah banyak terjadi. Ketimpangan ekonomi satu sama lain menjadikan satu pihak sangat melimpah makanan dan minuman, sementara yang lain kelaparan tidak memiliki apapun. Akankan ini akan terus berlangsung?

Maka, sebisa mungkin kita tinggalkan gengsi. Setiap pon makanan yang kita buang ada harga mahal yang harus kita bayarkan kelak. Jangan sia-siakan. Prinsip "no waste food" harus kita tekankan. Jika kita makan di restoran, misalnya tidak habis jangan malu untuk membungkus. Ini menjadi salah satu kita memanfaatkan dan menghargai sumber daya alam yang kita punyai saat ini.

Save Our World - Fa

Rabu, 15 November 2017

BELAJAR DARI SEJARAH

Dalam rentang kehidupan, kita sebenarnya masih perlu banyak belajar. Sejarah menjadi pembelajaran kita yang cukup efektif tanpa membuang energi, waktu, dan biaya. Berapa banyak kehidupan orang lain, kehidupan masa lalu yang bisa kita lihat, pelajari, dan ambil hikmahnya? Tentang pemicu suatu kehancuran, tentang jalan menuju kemenangan, tentang banyak hal yang membuat kita lebih berhati-hati untuk melangkah, tentang catatan yang akan kita pertanggungjawabkan.

Belajar bagaimana mengelola hati, menjauhkan dari iri, dengki, cemburu, hasud, tentang banyak hal yang merusak hati yang bahkan dari hati itu banyak muncul perilaku buruk. Bukankah kita bisa belajar dari Aisyah dan Hafsah? Tentang kecemburuan yang membabi buta yang bisa menghancurkan diri dan orang lain?

Memasuki kehidupan seseorang itu harus paham bagaimana membawa diri, menjaga sikap, adab, dan laku agar sesuai syari'at. Kehati-hatian kita bisa menjadi jalan keselamatan diri dan orang lain. Bagaimanapun suatu dekatnya hubungan, kita kadang bisa terjebak dengan berbagai pendapat "aku paham kamu, sangat tahu tentang kamu". Pada kenyataannya, tidak ada yang benar-benar paham tentang hati seseorang. Hati adalah satu-satunya yang tidak bisa dilihat dan terukur oleh orang lain, ia hanya dapat dipahami olehNya. Maka itu, tetaplah berhati-hati untuk menjaga diri dan hati agar tidak melukai orang lain.


- Renungan Pagi, 15/11/2017 - Fa

Senin, 13 November 2017

SOSIAL YANG SEHAT

Dua hari, 11-12 November 2017 selama mengikuti event Pasar Buah Tangan di Rumah Maguwo, rumah etnik Janti Wignjopranoto, membuat saya banyak belajar hal. Salah satunya lingkungan sosial yang saling mendukung. Crafter dari berbagai wilayah, Yogyakarta, Solo, bahkan Bandung ikut meramaikan event ini.
Banyak hal menarik berkumpul dengan mereka, salah satunya tidak adanya rasa persaiangan yang menumbuhkan iri atau dengki, Justru crafter satu dengan lainnya saling mengunjungi stand untuk belajar dan bertanya berbagai hal yang menyangkut produk masing-masing di kala tidak ada pengunjung. Hal yang unik yang saya temukan, sementara di luaran sana banyak persaingan yang saling menjatuhkan dengan menghalalkan segala cara. Beruntung saya berkesempatan bergabung disini. Keunikan lain yang saya temukan adalah, salah satu crafter yang stand-nya di seberang, mendatangi kami, menawarkan untuk memilih produknya yang diberikan cuma-cuma. Ini membangkitkan naluri kami untuk membagi juga produk-produk kami ke sesama crafter. Hal yang sangat menyentuh bagi saya. Mereka tidak melihat nominal yang hilang, justru membangun persahabatan dan persaudaraan dengan cara seperti ini.
Bahkan masing-masing saling bertanya, "Kapan ya kita bisa bertemu dan berkumpul seperti ini?". Lingkungan seperti inilah yang seharusnya kita dapatkan. Lingkungan yang membangun dan positif, support system yang terbentuk dari ketulusan dan keikhlasan, dan saya beruntung bisa bergabung di dalamnya. Pun bagi saya, masih harus banyak belajar tentang kehidupan. Belajar apapun hal positif yang membangun.

"Yang membuat saya berhenti belajar hanya kematian" - Fa

Minggu, 12 November 2017

Tangguhlah Wahai Perempuan!

Setiap wanita pasti pernah mengalami benturan perasaan, entah dengan pasangan maupun orang-orang di sekitarnya. Akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana bangkit dan mengatasi masalah-masalah yang dialaminyaa. Berjuang untuk tetap berdiri bagi orang-orang yang berarti untuknya. Bukan lagi tentang kerapuhan, air mata, dan rasa kasihan yang dibangun, melainkan bagaimana mengubah energi negatif itu menjadi suatu energi besar yang dikonversikan untuk membangun hal lain yang positif.
Mencari orang-orang dengan energi positif, membangun karakter positif, dan akhinya memiliki frekuensi positif. Ini penting bagi para perempuan yang mengandalkan hati dan perasaan dalam melangkah (seperti saya). Gali apapun potensi yang dimiliki, lakukan apapun yang bisa dilakukan, belajar apapun yang bisa dipelajari. Setiap orang punya potensi terpendam, hanya perlu waktu untuk mengasahnya. Melakukan apapun dengan hati dan passion sehingga berbagai hal bisa dirasa menyenangkan.
Mudah? Tentu saja tidak! Perlu berlatih keras. Jatuh, bangkit lagi. Jatuh.. terus bangkit lagi. Pengulangan yang menyita energi dan waktu. Hanya perlu kesabaran dan konsisten. Maka, keindahan lah yang akan dihadiahkan untukmu wahai para perempuan tangguh.

Selasa, 07 November 2017

Safar

Setiap kita adalah sekumpulan waktu yang meniti sebuah perjalanan takdir. Apa yang membuat kita memilih sebuah jalan, itulah takdir yang siap kita terima dan jalani.
Dua perempuan, dipertemukan dalam safar, perjalanan hidup. Berjuang menemukan jalan hijrah..

Compass

Sebuah perjalanan menemukan kepingan kehidupan yang hilang...
Menjadi tim Rescuer, divisi Navigasi Darat.
Kehilangan seseorang yang berarti di belahan hutan belantara saat pendakian, membuatnya selalu menyalahkan diri sendiri sebagai anggota tim yang tidak bisa diandalkan.
Konflik, harapan untuk masih bisa menemukan, ketangguhan menaklukkan ketidakmampuan, solidaritas, cinta yang tumbuh dari salah satu anggota tim, yang pada akhirnya menuntunnya menemukan kepingan puzzle yang hilang itu. Menemukan seseorang yang berarti yang mampu mengisi kekosongan-kekosongan hidup dan menuntunnya pulang.

When East Meets West

Apa yang terlintas dengan pertemuan dua orang dari dua wilayah yang sangat berbeda, Timur dan Barat? Perbedaan latar belakang budaya, pemikiran keluarga, keinginan dan cita-cita, karakter pribadi dan sebagainya. Disatukan dengan cinta diantara segala konflik karena berbagai perbedaan.
Namun pada akhirnya keputusan harus diambil keduanya demi kebaikan bersama. Setiap keputusan pasti ada konsekuensi yang juga siap diterima keduanya.

Guardian Angel

Guardian Angel, Sang Malaikat Pelindung. Istilah yang sangat umum digunakan untuk menyebutkan seseorang yang menjaga seseorang.
Ini adalah kisah seorang Kinara, gadis kecil yang terlahir sempurna diantara ketidaksempurnaannya. Terlahir dengan kekurangan pendengaran. Ibunya, adalah wanita karir dengan lulusan S3 dan dinas kerja di beberapa negara, sedangkan sang Ayah adalah abdi negara.
Menjadi gadis spesial memberikan dampak psikologis dan sosial bagi Kinara yang memicu banyak trauma. Dikucilkan teman-teman yang menganggapnya tidak normal, bisa dihitung berapa kali ia bertemu dengan ibunya yang sangat sibuk bekerja, dan satu-satunya adalah sang Ayah yang menjaganya.
Kesepian, rendah diri, merasa tidak adil kehidupan yang dimilikinya..Kinara menjadi gadis pendiam dan sang Ayah menjadi satu-satunya pejuang yang mendampinginya. Ya, Malaikat Pelindung yang dengan keringat, air mata, dan darahnya memperjuangkan kelayakan hidup untuk Kinara agar mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak lainnya. Banyak konflik yang dialami Kinara, namun perjuangan ayahnya untuk membuka jalan bagi Kinara hingga tumbuh menjadi gadis tangguh, cerdas, cantik, dan mandiri. Banyak perjuangan sang Ayah untuk menanamkan moral dan pendidikan meski juga banyak konflik yang dialami.

Senin, 09 Januari 2017

Tidak Berjudul

Diamlah..
Dan biarkan aku belajar tentangmu
Biarkan aku belajar darimu
Biarkan aku belajar memahamimu

Aku ingin menikmati setiap proses pembelajaran itu
Menikmati bagaimana aku salah dan berjuang memperbaikinya
Mencoba mana yang tepat dan tidak tepat
Karena aku menyukai tiap prosesnya

Jangan pergi jika kamu bosan
Beri aku waktu
Beri aku kesempatan
Beri aku ruang
Untuk mencapai ruang hati terdalammu


Minggu, 08 Januari 2017

Menunggu

Pagi ini rencana ambil jadwal kereta ke Jogja dari Klaten pukul 10.02 WIB. Mobil yang membawa ke stasiun Klaten berangkat pukul 09.15 WIB, dan sampai stasiun pukul 09.45 WIB. Prediksi tiket masih tersedia, ternyata habis. Terpaksa ambil jadwal berikutnya pukul 12.48 WIB. Lama bukan?

Ya, menunggu memang menjadi sesuatu yang terasa lama, membosankan, dan mungkin membuang waktu. Kecuali memang kita bisa memanfaatkan waktu selama menunggu. Sama halnya ketika hidup, hidup itu hanya menunggu. Menunggu giliran kita untuk 'pulang'.

Menunggu menjadi terasa sia-sia jika waktu yang digunakan untuk menunggu tidak kita manfaatkan. Imam Syafii pernah berkata bahwa waktu itu ibarat pedang, hanya ada 2 pilihan, kita yang akan terhunus jika tidak memanfaatkannya, atau kita dapat mengendalikan pedang itu dengan memanfaatkan waktu.

Hidup erat kaitannya dengan waktu. Hidup itu adalah masa dimana kita menunggu alam berikutnya. Hidup adalah investasi untuk mencari bekal kehidupan selanjutnya. Maka, dengan memanfaatkan waktu hidup lah masa menunggu kita tidak sia-sia. Semoga masa usia kita memberi banyak manfaat, bukan mudharat. Aamiin

Sabtu, 07 Januari 2017

Sajak Rindu

Rindu di hati yang menggelayut kian kuat
Hingga membawamu masuk dalam mimpi-mimpiku
Semalam..ya, semalam
Terasa nyata kamu di sampingku

Rindu yang menghujam kian menusuk
Membawamu dalam pikir alam bawah sadarku
Terasa hadir dalam setiap langkahku

Rindu ini membawa kembali rasa dan asa
Entah sampai kapan
Entah...


Jumat, 06 Januari 2017

Stay Humble

Setiap kita menempuh perjalanan hidup untuk memenuhi takdirNya. Jika kita 'mau' membuka hati, ada banyak hal yang bisa kita pelajari di sekitar kita. Bukan untuk membanggakan diri bahwa kita memiliki banyak pengalaman dan ilmu pengetahuan, bukan untuk menunjukkan bahwa kita 'merasa' unggul dan lebih baik dari yang lain. Sekali lagi ini tentang puncak berharganya seorang hamba, dimana pada kemanfaatannya lah terletak nilai manusia itu sendiri.

Kembali lagi pada perjalanan hidup, kita akan menemukan banyak pengalaman, ilmu, teman dimana semuanya itu dapat mempengaruhi hidup kita. Satu hal yang kita jaga adalah kerendahan hati, bahwa semua adalah milikNya. Tanpa izinNya kita tidak memiliki apa pun. Seorang sahabat pernah mengajarkan padaku, untuk tetap sederhana, tetap rendah hati, apapun yang kita miliki. Karena semua itu bisa saja diambil Sang Pemilik sewaktu-waktu. Siapkah?

Ada tujuan dibalik setiap peristiwa, termasuk setiap yang kita capai. Harta, jabatan, keluarga dan sebagainya. Bisa saja menjadi ujian hidup, bisa saja memang anugerahNya. Yang harus dipahami adalah bahwa itu semua titipan dan amanah, sehingga kita harus siap untuk mempertanggungjawabkannya kelak. Bukan untuk berbangga diri, ilmu yang kita miliki sejauh mana menjadi amal jariyah dan tabungan akhirat, harta yang kita belanjakan sejauh mana nilai manfaatnya, anak-anak yang kita didik apakah bisa menjadi anak berbakti?

Dan jika kita 'pulang' kita harus siap. Sekali lagi, tetaplah sederhana dan rendah hati...

Kamis, 05 Januari 2017

Kembali Pulang

Perjalanan ini membawaku kembali pulang....setelah sekian lama berada di Jogja dengan berbagai kesibukan. Kereta yg membawaku pulang kali ini sedikit berbeda suasana, mendung dan dinginnya udara setelah hujan membawa anganku merenung.

Ya..tentang pulang. Kita semua punya jalan untuk pulang. Perjalanan yang ditempuh setiap orang bisa saja berbeda, tapi tujuan sama, pulang...

Inilah hidup. Semegah apapun yang kita bangun, setinggi apapun jabatan, sebanyak apapun yang kita punya, pada akhirnya kita pulang, meninggalkan segala kesibukan dan hiruk pikuknya. Menanggalkan lelahnya berada dunia, dan kembali pulang... damai...

Selasa, 03 Januari 2017

Hujan

Sudah 2 hari ini hujan turun di pagi hari. Dingin... Terkadang menjadi godaan untuk bersembunyi di bawah selimut. Tapi.. mengingat keberkahan pagi rasanya sayang untuk melewatkan. Menukil perkataan Ibnul Qayyim bahwa “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

Terlebih saat hujan, karena itu adalah waktu diijabah doa. Banyak-banyak berdoa, karena di tahun ini banyak impian yang ingin kuwujudkan. Setiap harinya adalah peluang dan kesempatan meraih yang lebih baik. Setiap hari harus ada kebaikan yang dicapai yang lebih baik dari hari sebelumnya agar tidak merugi. “Barang siapa hari ini LEBIH BAIK dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang BERUNTUNG,
Barang siapa yang hari ini SAMA DENGAN hari kemarin dialah tergolong orang yang MERUGI
dan Barang siapa yang hari ini LEBIH BURUK dari hari kemarin dialah tergolong orang yang CELAKA” (HR Hakim).

Hujan ini moga selalu membawa berkah, memberikan kami kesempatan-kesempatan untuk berdoa, sehingga para MalaikatNya memungut doa-doa kami dan membawanya ke langit... 

Senin, 02 Januari 2017

Ujian Hidup

Perjalanan hidup seseorang tidak selalu baik-baik saja. Setiap orang pasti memimpikan segalanya baik, namun Allah tidak memberikan itu. Kenapa? Karena jika selalu baik maka tidak dapat mensyukuri apa yang baik, tidak mawas dengan buruk, dan terlena. Ujian, seperti tidak terpenuhi keinginan mengajarkan banyak hal. Belajar untuk bersabar, nerimo, belajar memahami bahwa di sana, dalam ujian-ujian hidup itu selalu ada hikmah dan tujuan, menempa kita dan menjadikan kita layak naik untuk tingkat berikutnya, Ibarat tangga, pelan-pelan akan kita lalui sampai puncak, tapi jika tak ada ujian, kita selalu dibawah, stag dan tidak ada pencapaian-pencapaian.

Ujian mengajarkan kita bagaimana untuk dewasa, belajar mengurai masalah sehingga menjadikan kita lebih mampu untuk mengarungi hidup. Bahkan ujian yang dirasa kita tidak mampu, jika Allah memberikannya maka pasti kita mampu. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....(Al Baqoroh: 286)". Setiap orang pasti mampu dengan ujian yang diberikanNya. Kita hanya perlu yakin itu, dan tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.

Apa yang kita rasakan berat, tidak akan berat jika kita memikirkan bahwa ujian itu ringan. Allah selalu memberikan jalan keluar dari setiap masalah. Asal kita yakin, berdoa dan berusaha sungguh-sungguh. Berdoa..dan berdoa tanpa henti, karena berdoa itu seperti kayuhan sepeda, yang membawa kita sampai pada tujuan. Apa yang kita lalui di dunia ini pasti ada tujuan, hanya saja kita harus memahami bahwa tujuan sebenarnya adalah ridhoNya. Bukan tentang tujuan kita, yang paling penting adalah apakah capaian kita selaras dengan ridhoNya. Karena tanpa itu, yang kita capai hanya sia-sia.

Kembali pada ujian, semua ujian yang kita lalui adalah cara Allah mengasah kita menjadi lebih baik. Aku menyadari bahwa kehidupanku yang berantakan ternyata merupakan tujuanNya menjadikanku layak sebagai hambaNya. Aku mencoba memahami keinginanNya bagaimana menimpakan ujian yang begitu berat untukku, dan selama 4 tahun aku menyadari banyak perubahanku yang lebih baik. Di sisi lain begitu berat ujian yang harus kujalani, namun di sisi lain aku sangat bersyukur dengan ujian yang kuterima, bahwa Allah membuatku layak dimata hamba-hambaNya yang sangat taat.

Minggu, 01 Januari 2017

Perjalanan Hati (2)

Masih tentang pembelajaran tahun lalu, tahun 2016 yang penuh hikmah. Banyak hal yang dapat kuambil tentang hidup. Bagaimana menjadi pribadi untuk mendengarkan sebelum memberikan pendapat, lebih kepada tidak menghujat, mengontrol emosi, perilaku dan perkataan karena setiap sesuatu pasti ada alasan, seperti apapun alasan itu. Ini akan memberikan nyaman pada orang lain, terutama orang-orang terdekat.

Belajar untuk lebih santun dalam berperilaku dan bertutur kata, karena setiap orang tidak suka untuk diperlakukan kasar. Kelembutan hati dan perilaku yang harus dijaga, sebagai teladan untuk anak-anakku. Kelembutan hati juga lah yang membantuku untuk lebih peka dan memahami tentang orang lain, tentang kondisi sekitar, mengasah intuisi sehingga melangkah tepat di jalur yang Dia inginkan.

Tahun lalu juga mengajarkanku untuk lebih banyak mendengarkan, lebih banyak melihat, sedikit berbicara. Mencoba untuk menyelaraskan hati, pikiran dan perilaku. Lebih peka dengan hati. Hati sebagai indikator, jika rasa nyaman yang didapat, hati masih berada dalam koridor. Namun jika hati merasa tidak nyaman dan resah, pasti ada sesuatu yang salah. Rosululloh Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. Jika segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruh tubuh. Namun, jika segumpal darah itu rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Juga mengajarkanku bagaimana untuk lebih rendah hati, karena tidak semua yang dapat dilakukan dan dimiliki tanpa izinNya. Maka menyadarkan hati padaNya membuatku lebih nyaman, tidak lagi merasakan kehilangan. Setiap laku dan pikir akan diminta pertanggungjawaban, maka harus dijaga agar tidak membuatNya kecewa. Sebagai bentuk rasa syukur adalah tetap menjalani kehidupan dengan baik, dengan ridhoNya.

Kehilangan, rasa kehilangan yang terlalu sering mengajarkanku untuk ikhlas. Aku hanya memenuhi takdirNya, yang membawaku pada muara yang menjadi kehendakNya. Tiap yang datang pasti akan pergi, itu sunnatulloh yang harus selalu aku pahami agar selalu siap melepas apa yang datang. Aku masih harus banyak belajar, tentang kehidupanku yang seperti apa yang menjadi kehendakNya...

Selamat datang tahun 2017, semoga lebih banyak lagi mengajarkanku tentang hidup...............