“Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena
anak-anak tidak hidup pada zamanmu”
Begitulah Khalifah ke-4
dalam periode Khulafaur Rasyidin
sekaligus menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib r.a. berpesan. Julukannya
sebagai “Gerbang Pengetahuan” telah menyampaikan pesan tersebut 14 abad yang
lalu, dan hingga saat ini masih berlaku. Dinamika zaman menuntut para orang
tua, terutama ibu sebagai madrasah pertama seorang anak untuk selalu belajar
dan menyesuaikan perkembangan zaman dalam pengasuhannya.
Perempuan dengan kelahiran
1981-1996 atau pada tahun 2022 berusia sekitar 25-40 dikenal sebagai generasi
milenial (gen Y) dan umumnya sudah memasuki kehidupan rumah tangga. Ibu milenial
menghadapi kenyataan bahwa generasi yang diasuhnya sudah jauh berbeda dengan
dirinya saat mendapatkan pengasuhan dari orang tuanya yaitu gen X. Seorang ibu
milenial dituntut untuk selalu update dan upgrade mengenai berbagai
ilmu untuk mendukung pengasuhan.
Era milenial sangat berbeda
dengan sebelumnya. Dalam pengasuhan, ibu milenial harus terlibat dan masuk
dalam dunia anak untuk menyelaraskan frekuensi dengan anak. Ibu harus
melepaskan beban pikirannya sejenak yang dapat menghambat totalitas interaksi
dengan anaknya. Di sisi lain, ibu juga dapat melibatkan anak dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya untuk menambah pengalaman anak. Anak dapat
memiliki wacana dan wawasan yang luas ketika bersama orang tua. Tidak hanya
itu, anak dapat membangun empati dan tanggung jawab dari sikap yang dimiliki
orang tua.
Seorang ibu harus mampu
membesarkan hati anaknya manakala seorang anak mencurahkan kegelisahan,
kekecewaan, luka, sakit hati, dan hal buruk yang menimpanya. Seorang ibu
pantang mengucapkan, “Ibu saja dulu bisa saat seperti itu, masak kamu tidak?”.
Ingat bahwa seorang anak pun tidak mau dibandingkan, terutama yang mengucapkan
adalah orang terdekatnya. Hal yang pantang dilakukan adalah menggurui dan menghakimi
karena hal tersebut membuat anak merasa tersudut dan merasa sendirian. Ibu
milenial diharapkan dapat duduk, mendengarkan, memberikan ruang bagi anak
mengungkapkan segala yang ada di pikirannya, bahkan meluapkan emosinya tanpa
memutus adegan tersebut. Dengan hal itu, anak akan merasa nyaman dan lega.
Kenyamanan anak terhadap ibu membuatnya dapat terbuka dengan berbagai hal yang
dipikirkan, dialami, dikeluhkan, maupun dihadapi langsung.
Keterbukaan anak merupakan
kunci dalam mengontrol anak secara tidak langsung. Orang tua, terutama ibu
dapat mengetahui sejauh mana dan bagaimana perilaku anak dengan keterbukaan dan
komunikasinya. Hal utama yang dilakukan ibu ketika mendengar cerita anak adalah
tidak menggurui dan menghakimi. Anak diajak berdiskusi mengenai masalah yang
dihadapinya, menelusuri penyebab, menawarkan berbagai solusi serta memberikan
gambaran konsekuensi masing-masing solusi, dan akhirnya memastikan anak siap
dengan pilihan solusinya.
Keterlibatan, perhatian, dan
pendampingan yang diberikan ibu dapat membuat anak yakin bahwa ibu dapat
diandalkan dalam melewati masa-masa sulitnya. Kehadiran ibu dalam berbagai
kondisi anak meminimalkan anak mencari pelarian di luar rumah terutama
aktivitas atau lingkungan negatif. Hal ini karena apa yang anak butuhkan sudah dipenuhi
oleh orang tua.
Ibu milenial tidak dapat memaksakan
anak untuk menuruti segala keinginan atau perintahnya. Anak-anak dari ibu
milenial cenderung kritis, sehingga tidak serta merta selalu menuruti seperti
pendidikan yang dilaluinya dulu. Anak-anak cenderung menanyakan alasan kenapa
harus berbuat seperti yang ibu perintahkan. Seorang ibu milenial harus mampu
menjawab secara logis alasan serta konsekuensi jika tidak melakukannya. Komuniksi
menjadi bagian penting dalam pengasuhan karena seorang ibu dan anak dapat
membangun bonding tanpa jurang pemisah meskipun ada kalanya keduanya saling
memberikan privasi.
Memiliki ibu yang asyik
menjadi dambaan setiap anak. Ibu dapat menjadi pendidik, pengayom, sekaligus
teman berbagi. Ibu milenial pun harus menyesuaikan dunia anak, termasuk di
tengah-tengah gempuran teknologi seperti gadget, handphone dengan
berbagai fitur yang menarik, dan pendidikan yang mulai beralih dengan
mengkombinasikan offline dan online. Sebagai orang tua, kita
tidak bisa melarang anak-anak untuk tidak menggunakannya karena pada kenyataannya
saat ini benda-benda tersebut sangat dibutuhkan. Hanya saja ibu harus pandai
dalam mengkomunikasikan penggunaan teknologi dengan tepat.
Ibu dapat membangun
kesepakatan dengan anak-anaknya dalam penggunaan teknologi. Selain itu,
teknologi juga bisa diarahkan untuk yang lebih bermanfaat misalnya dalam
mendukung pendidikan dengan mengakses situs-situs yang bermanfaat. Anak juga
dibiasakan berdiskusi bersama terhadap hal-hal yang dilihat, dilalui,
dirasakan, maupun dihadapi baik ketika bersama orang tua maupun saat
bersosialisasi dengan lingkungannya sendiri.
Orang tua juga harus
memiliki keahlian dalam menggunakan teknologi lebih baik dari anak. Hal ini
untuk mengimbangi anak agar tetap dapat mengasuh dan mendampingi anak. Bahkan
seorang anak dapat terasah kemampuan, minat, dan bakatnya di bidang teknologi.
Dalam hal ini, orang tua wajib memfasilitasinya karena saat ini tidak bisa
menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah formal. Sekolah formal hanya
sebagian kecil dari lingkungan anak yang membangun masa depannya. Arahan dan
pendampingan penuh dari orang tua, terutama ibu sangat penting di era milenial
untuk menyiapkan generasi sesuai zamannya. Sudah banyak bukti bahwa sekolah
formal tidak menjamin kesuksesan anak di masa depan.